Monday, May 16, 2011

Meredupnya Partai Politik Berbasis Agama

Bayangkan waktu berikutnya Anda bergabung dengan diskusi tentang
. Ketika Anda mulai berbagi fakta
menarik di bawah ini, teman-teman Anda akan benar-benar takjub.
Oleh Yohan Wahyu

Makna agama yang tereduksi oleh radikalisme dan terorisme di satu sisi, serta kegagalan penguatan moralitas politik dengan nilai dan semangat agama di sisi yang lain, mengantarkan partai politik berbasis agama dalam kegamangan. Tak pelak lagi, pamor parpol agama di mata publik pun kini meredup.

Parpol agama yang lahir dengan landasan nilai-nilai agama tentu diharapkan pemilihnya bisa menjadi garda depan menjaga etika dan moralitas politik bangsa. Ironisnya, bangunan moralitas tersebut masih jauh dari harapan. Banyak kasus kini melanda elite politik, termasuk politikus dari parpol berbasis agama, sehingga meruntuhkan moralitas politik yang diusung. Sebut saja berbagai kasus korupsi, sikap tak peduli suara publik, tak disiplin, ngotot soal gedung baru, hingga menonton video porno saat sidang.

Mereka dari Anda tidak akrab dengan yang terakhir pada
sekarang memiliki setidaknya pemahaman dasar. Tapi ada lagi yang akan datang.

Berbagai perilaku politisi parpol agama bertentangan dengan harapan pemilih yang menuntut performa lebih dari parpol yang menyatakan diri berasas agama itu. Tidak heran jika kemudian publik dalam jajak pendapat ini mempertanyakan komitmen keagamaan dari parpol agama dalam hal memperjuangkan nilai-nilai agama. Di mata publik, termasuk publik pemilihnya sendiri, sebagian besar responden (67,1 persen) menyatakan tidak puas dengan kinerja parpol agama.

Ketidakpuasan publik tergambar pada penilaian kinerja, karakter, dan performa dari parpol agama yang masih jauh dari harapan. Hal ini paling tidak menjelaskan mengapa perolehan suara partai agama cenderung turun. Pada Pemilu 2009 total suara parpol Islam mencapai 29,2 persen, menurun daripada Pemilu 2004 (38,3 persen) dan 1999 (36,7 persen).

Politik aliran di Indonesia mencapai puncaknya saat Pemilu 1955. Kala itu parpol Islam meraup hampir 45 persen dari total suara nasional. Politik aliran yang dikemukakan Herbert Feith dan Lance Castle (1970) itu kini cenderung memudar dengan semakin menipisnya perbedaan antarparpol, baik yang menyatakan diri parpol agama maupun parpol nonagama.

Sebagian besar responden (67,7 persen) dalam kajian ini, misalnya, menilai tidak ada perbedaan parpol agama dengan nonagama dalam hal............(selengkapnya baca Harian Kompas, Senin 16 Mei 2011, halaman 5)

Begitulah keadaannya sekarang. Perlu diketahui bahwa setiap subjek dapat berubah dari waktu ke waktu, jadi pastikan Anda mengikuti berita terbaru.

No comments:

Post a Comment