Saturday, June 4, 2011

Media "Online" Cenderung Kejar Kecepatan

Ketika Anda berpikir tentang
, apa pendapatmu pertama? Aspek mana
penting, yang penting, dan mana yang bisa Anda ambil atau meninggalkan? Anda akan hakim.
JAKARTA, KOMPAS.com " Media online memiliki kecenderungan menyukai berita hardnews. Hal ini menyebabkan pemberitaan tidak memiliki kedalaman dan memberikan pengetahuan.

"Media online cenderung mengejar kecepatan dan update, tetapi tidak mengejar pendalaman dan pengetahuan. (Juga) belum menawarkan solusi," ungkap Eko Maryadi, selaku Koordinator Advokasi Aliansi Jurnalis Independen, kepada Kompas.com, seusai menjadi pembicara dalam diskusi "Bagaimana Wajah Terorisme di Media", yang diselenggarakan oleh Alwari dan Sejuk (Serikat Jurnalis untuk Keberagaman) di Jakarta, Sabtu (4/6/2011).

Ia menambahkan, semakin sedikit media yang menulis secara mendalam dan fokus terhadap suatu berita. "Sekarang semua orang ngejar straight news, berita 30 detik. That's what everybody does," katanya.

Jadi, lanjut Eko, media ataupun pembaca tidak punya kesempatan untuk mengendapkan suatu masalah.

Jika Anda dasar apa yang Anda lakukan pada informasi yang tidak akurat, Anda mungkin akan tidak menyenangkan terkejut oleh konsekuensi. Pastikan Anda mendapatkan cerita
keseluruhan dari sumber-sumber informasi.

"Sehingga ketika media mainstream tidak bisa menjalankan fungsi itu, maka muncullah media-media perlawanan yang digalang oleh kelompok yang dianggap sebagai korban terorisme itu tadi," jelasnya.

Selain korban kejahatan terorisme, korban lainnya dari pemberitaan dengan kecenderungan ini adalah korban yang dianggap sebagai keluarga pelakunya.

Untuk itu, Eko berpesan agar jurnalis mampu menulis berita dengan teknik peliputan yang baik, khususnya menulis laporan secara panjang supaya kedalaman masalahnya dapat tergali.

Selain itu, Eko menambahkan, AJI pun akan membuat standar dan kode etik berita online. "Indonesia belum punya standar berita online. AJI akan bekerja sama dengan lembaga penerbitan dunia, seperti The Guardian, The New York Times, dan Newsweek," katanya.

Pasalnya, tambah Eko, Indonesia belum punya namanya aturan dan kode etik berita online. Sementara di media mapan mereka sudah punya.

Tentu saja, tidak mungkin untuk meletakkan segala sesuatu tentang
menjadi hanya satu artikel. Tapi kau tidak dapat menyangkal bahwa Anda baru saja ditambahkan ke pemahaman Anda tentang
, dan waktu itu dihabiskan dengan baik.

No comments:

Post a Comment