benar-benar semua tentang? Laporan berikut termasuk beberapa informasi menarik tentang
- info bisa anda gunakan, bukan hanya barang lama yang mereka gunakan untuk memberitahu Anda.
JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau media massa, agar menyaring konten-konten tayangannya yang berbau kekerasan, porno, dan mistik selama bulan Ramadhan 1432 Hijriyah. Imbauan itu, menurut Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi (Infokom) MUI, Sinansari Ecip, dimaksudkan agar masyarakat dapat khusyuk menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan. "Kami mendorong agar isi media yang sebelumnya banyak menampilkan tayangan berkonten kekerasan fisik, seksual, dan fisik, agar menguranginya. Makin kurang konten-konten seperti itu makin sehat media, apalagi di bulan Ramadhan nanti," ujar Sinansari, saat melakukan konferensi pers di Kantor MUI, Jakarta, Kamis (28/7/2011). Sinansari menyebutkan, masyarakat juga diharapkan agar pandai-pandai menyaring tontonannya. Saat ini teknologi informasi dari media, khususnya televisi, membuat proses komunikasi menjadi massifikasi, masal yang luar biasa, karena kebanyakan pemirsanya adalah massa yang pasif. Anda dapat melihat bahwa ada nilai praktis dalam mempelajari lebih banyak tentang
. Dapatkah Anda memikirkan cara-cara untuk menerapkan apa yang telah dibahas sejauh ini?
"Menyaring tontonan itu dapat dilakukan secara self sensorship (penyensoran mandiri). Misalnya, untuk anak-anak bisa ada jadwal menonton. Atau bisa juga melakukan cara menyensor yang paling tradisional, yaitu dengan cara mematikan siaran televisi atau memindahkan salurannya jika ada konten-konten berbau kekerasan seperti itu," katanya. Imbauan itu juga diamini oleh Dirjen Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Fredi Tulung. Menurut dia, menjelang bulan Ramadhan tahun ini, beberapa media massa masih sering menayangkan konten-konten yang berbau kekerasan. "Kami sempat melakukan monitoring terhadap media televisi nasional, media cetak, media online, dan sosial media (twitter), dan hasilnya memperlihatkan bahwa opini masyarakat masih diwarnai kekerasan fisik, psikis, seksual, dan mistik. Seringkali konten tersebut ditayangkan di televisi-televisi nasional," kata Fredi. Ia menuturkan, dalam survei yang dilakukan pada 18-22 Juli 2011 dari pukul 17.00-19.00 WIB itu, tayangan dari 11 televisi nasional masih didominasi konten porno sebanyak 40 persen. Sementara konten kekerasan psikis 30 persen, dan mistik dua persen. Sementara itu arah opini masyarakat tentang Ramadhan di media online dan koran cetak, pemberitaan nonesensi Ramadhan 92 persen, dan hanya delapan persen yang memberitakan konten esensi Ramadhan. "Jadi, kita harapkan media sebagai salah satu pilar ruang publik seyogyanya berperan sebagai pendorong ruang publik agar tercipta suasana kondusif, menghormati keberagaman, saling pemahaman, serta saling menghormati kesucian Ramadhan," tukasnya.
. Dapatkah Anda memikirkan cara-cara untuk menerapkan apa yang telah dibahas sejauh ini?
"Menyaring tontonan itu dapat dilakukan secara self sensorship (penyensoran mandiri). Misalnya, untuk anak-anak bisa ada jadwal menonton. Atau bisa juga melakukan cara menyensor yang paling tradisional, yaitu dengan cara mematikan siaran televisi atau memindahkan salurannya jika ada konten-konten berbau kekerasan seperti itu," katanya. Imbauan itu juga diamini oleh Dirjen Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Fredi Tulung. Menurut dia, menjelang bulan Ramadhan tahun ini, beberapa media massa masih sering menayangkan konten-konten yang berbau kekerasan. "Kami sempat melakukan monitoring terhadap media televisi nasional, media cetak, media online, dan sosial media (twitter), dan hasilnya memperlihatkan bahwa opini masyarakat masih diwarnai kekerasan fisik, psikis, seksual, dan mistik. Seringkali konten tersebut ditayangkan di televisi-televisi nasional," kata Fredi. Ia menuturkan, dalam survei yang dilakukan pada 18-22 Juli 2011 dari pukul 17.00-19.00 WIB itu, tayangan dari 11 televisi nasional masih didominasi konten porno sebanyak 40 persen. Sementara konten kekerasan psikis 30 persen, dan mistik dua persen. Sementara itu arah opini masyarakat tentang Ramadhan di media online dan koran cetak, pemberitaan nonesensi Ramadhan 92 persen, dan hanya delapan persen yang memberitakan konten esensi Ramadhan. "Jadi, kita harapkan media sebagai salah satu pilar ruang publik seyogyanya berperan sebagai pendorong ruang publik agar tercipta suasana kondusif, menghormati keberagaman, saling pemahaman, serta saling menghormati kesucian Ramadhan," tukasnya.
. Setelah Anda terbiasa dengan ide-ide ini, Anda akan siap untuk pindah ke tingkat berikutnya.
No comments:
Post a Comment