, Anda harus berpikir melampaui dasar-dasar. Artikel informatif mengambil melihat lebih dekat hal yang perlu Anda ketahui tentang
.
JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin mengatakan, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengetahui adanya politik uang dalam Kongres Partai Demokrat II yang salah satu agendanya adalah memilih ketua umum baru. Hal ini disampaikan Nazaruddin dalam wawancara dengan Metro TV, Selasa (19/7/2011). "(Pak SBY) mengetahui permainan uang ini," kata Nazaruddin, yang juga mantan anggota Komisi III DPR RI. Hal ini ketahui setelah salah satu calon yang kalah menemukan bukti-bukti adanya politik uang dalam pemilihan ketua umum PP. Namun, akhirnya hal tersebut berhasil diredam oleh tim sukses Anas sehingga tak ada keributan. "Itulah makanya Anas mengakomodir beberapa pengurus yang lain," kata Nazaruddin. Pada saat Kongres PD, ada tiga calon ketua umum, yaitu Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan Marzuki Alie. Anas ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat terpilih periode 2010-2015 setelah dalam pemilihan putaran kedua mengalahkan Ketua DPR Marzuki Alie. Anas meraup 280 suara (53 persen) dan Marzuki memperoleh 248 suara (47 persen). Padahal, Marzuki dan Andi menyatakan bergabung untuk menghadapi Anas di putaran kedua. Total suara dalam pemilihan mencapai 531 suara dengan dua suara dinyatakan tidak sah. Dalam putaran pertama, Anas meraih 236 suara, Andi (84 suara), dan Marzuki (209 suara). Informasi tentang
disajikan di sini akan melakukan salah satu dari dua hal: baik itu akan memperkuat apa yang anda ketahui tentang
atau akan mengajari Anda sesuatu yang baru. Keduanya hasil yang baik.
Nazaruddin mengatakan, Anas telah menghabiskan dana sebesar 20 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,7 triliun untuk dapat memenangkan kursi ketua umum. Dana ini, sambung Nazaruddin, berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Di dalam Kongres Partai Demokrat, Anas bisa menang karena habis sekitar 20 juta dollar AS. Kalau nggak, nggak bisa menang. Uang dari APBN," kata Nazaruddin. Nazaruddin mengatakan, uang tersebut diperoleh dari sejumlah proyek negara, seperti proyek pembangunan wisma atlet SEA Games 2011, proyek pembangunan stadion Ambalat, dan lainnya. Proyek-proyek tersebut direkayasa agar dapat dimenangkan oleh perusahaan yang terkait dengan Anas dan kroninya. "Proyek Ambalat, misalnya, sudah direkayasa agar Adhi Karya memang," kata Nazaruddin. Kasus wisma atlet, sambungnya, juga telah direkayasa sejak lama. Pembahasan ini telah dimulai sejak 2010 ketika Anas masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat. Dari proyek ini, Anas pribadi menerima setidaknya Rp 7 miliar. Kemudian, Nazaruddin mengelaborasi proyek Ambalat. Menurutnya, dari proyek Ambalat senilai Rp 1,2 triliun, tim sukses Anas setidaknya menerima Rp 50 miliar. Uang tersebut diserahkan oleh seorang pengusaha bernama Mahfud. "Saudara Mahfud mengantarkan uang itu di Jakarta. Dari Jakarta, saya masukkan (uang itu) ke mobil box yang dibawa Ibu Yuliani," kata Nazaruddin. Uang tersebut kemudian dibawa ke sebuah kamar di Hotel Aston. Dari hotel tersebut, uang didistribusikan ke para kader atas sepengetahuan Anas. Bahkan, Nazaruddin menantang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengambil rekaman CCTV di Hotel Aston. "Silakan liat semua uang keluar dan diambil siapa. Saya hanya punya catatan pengeluarannya saja. Anas mendistribusikan uang itu melalui saya," kata Nazaruddin.
disajikan di sini akan melakukan salah satu dari dua hal: baik itu akan memperkuat apa yang anda ketahui tentang
atau akan mengajari Anda sesuatu yang baru. Keduanya hasil yang baik.
Nazaruddin mengatakan, Anas telah menghabiskan dana sebesar 20 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,7 triliun untuk dapat memenangkan kursi ketua umum. Dana ini, sambung Nazaruddin, berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Di dalam Kongres Partai Demokrat, Anas bisa menang karena habis sekitar 20 juta dollar AS. Kalau nggak, nggak bisa menang. Uang dari APBN," kata Nazaruddin. Nazaruddin mengatakan, uang tersebut diperoleh dari sejumlah proyek negara, seperti proyek pembangunan wisma atlet SEA Games 2011, proyek pembangunan stadion Ambalat, dan lainnya. Proyek-proyek tersebut direkayasa agar dapat dimenangkan oleh perusahaan yang terkait dengan Anas dan kroninya. "Proyek Ambalat, misalnya, sudah direkayasa agar Adhi Karya memang," kata Nazaruddin. Kasus wisma atlet, sambungnya, juga telah direkayasa sejak lama. Pembahasan ini telah dimulai sejak 2010 ketika Anas masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat. Dari proyek ini, Anas pribadi menerima setidaknya Rp 7 miliar. Kemudian, Nazaruddin mengelaborasi proyek Ambalat. Menurutnya, dari proyek Ambalat senilai Rp 1,2 triliun, tim sukses Anas setidaknya menerima Rp 50 miliar. Uang tersebut diserahkan oleh seorang pengusaha bernama Mahfud. "Saudara Mahfud mengantarkan uang itu di Jakarta. Dari Jakarta, saya masukkan (uang itu) ke mobil box yang dibawa Ibu Yuliani," kata Nazaruddin. Uang tersebut kemudian dibawa ke sebuah kamar di Hotel Aston. Dari hotel tersebut, uang didistribusikan ke para kader atas sepengetahuan Anas. Bahkan, Nazaruddin menantang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengambil rekaman CCTV di Hotel Aston. "Silakan liat semua uang keluar dan diambil siapa. Saya hanya punya catatan pengeluarannya saja. Anas mendistribusikan uang itu melalui saya," kata Nazaruddin.
. Bahkan jika Anda tidak tahu segalanya, Anda sudah melakukan sesuatu yang berharga: Anda telah memperluas pengetahuan Anda.
No comments:
Post a Comment